Pages

Senin, 28 Oktober 2013

Ekspedisi : Orang Pendek (Part 1)


Kegelapan menyelimuti seluruh titik pandangku, aku terduduk disudut kamarku, sudah semenjak siang tadi setelah orang tua memberitakan kabar itu, “Bayu, kita tampaknya harus pindah lagi” ujar papaku, aku hanya terdiam sambil memegang sendokku yang penuh dengan nasi dan potongan ayam, tanganku kembali ke piring, aku menatap papa, “Papa dipindahtugaskan lagi” tambah papa, aku sedang memikirkan apa yang akan aku ucapakan, “tapi Papa janji ini yang terakhir, untuk selanjutnya kita ga bakalan pindah-pindah lagi” ujar Papa. Aku menatap mama, mama hanya mengangguk, aku berdiri dan bergegas menuju kamarku, baru satu setengah tahun yang lalu, kami pindah kekota ini dan sekarang sudah mau pindah lagi, aku benar-benar benci harus pindah ke kota baru lagi, menyesuiakan diri, sekolah, dan teman-teman yang baru lagi, dan disinilah aku sekarang terduduk didalam gelapnya kamarku, Mama sudah beberapa kali mondar-mandir kekamarku sejak siang tadi dan aku masih belum mau membukakan pintu dan bertemu dengan Mama dan Papa, aku benar-benar malas untuk harus pindah lagi.

Aku terduduk diam menatap kosong keluar kaca jendela mobilku, cahaya matahari sore menerpa wajahku, tapi aku tidak menghiraukannya, usaha protesku untuk tidak mau pindah sia-sia saja karena sudah keputusan perusahaan memindahtugaskan Papa dan aku mau tidak mau juga harus ikut karena aku tidak punya kenalan dekat atau keluarga untuk menetap dikota itu, Papa dan Mama telah berusaha mencairkan suasana muramku dengan mengajakku berbicara mengenai kota baru kami dan pemandangan-pemandangan yang kami temui diperjalanan, aku hanya menanggapinya dalam diam.
Aku anak tunggal dari keluarga ini, jadi aku tidak ada saudara yang bisa aku ajak berbicara, kalau sudah seperti ini aku lebih suka berdiam diri sendiri melakukan hal-hal yang menurutku menyenangkan. Papa sedari tadi masing asyik berbicara mengenai kota baru kami, kata Papa itu adalah salah satu kota pada salah satu provinsi di pulau Sumatera, aku tidak begitu mengingat apa nama kotanya meski telah puluhan kali Papa sebutkan dari tadi, aku memang tidak begitu memperhatikan.
Silau mentari pagi menyusup dari balik mataku yang masih tertutup, aku terbangun sambil mengahalau sinar matahari pagi yang menyeruak dari balik kaca mobilku, sudah hari kesekian perjalanan panjang kami, suasana kota dan pelabuhan telah berganti menjadi deretan pepohonan rindang dimana sinar matahari menyusup diantara pepohonan yang tingi menjulang, tampaknya sudah memasuki Pulau Sumatera, pikirku. aku kembali memfokuskan pandangan, perutku sudah menyanyikan senandung paginya, kapan papa bakal berhenti buat sarapan, ya, pikirku. aku malas menanyakannya secara langsung, ceritanya aku masih merajuk perihal kepindahan ini. antara gengsi dan kelaparan, aku hanya kembali memandang pepohonan yang volumenya telah berkurang karena telah banyak diselingi oleh rumah-rumah penduduk, aku memperhatikan setiap papan nama yang tertangkap oleh pandanganku untuk mencari tahu dimana tepatnya aku berada. Papa mulai melambatkan mobilnya, apakah sudah sampai, pikirku. aku melayangkan pandanganku, tampak sebuah plang besar sebuah toko ditepi jalan, SUNGAI PENUH, KERINCI.

0 komentar:

Posting Komentar